‘Kita coba viralkan saja dulu, biar sampai ke telinga pemerintah’
Kasus SA ramai diberitakan di beberapa media nasional setelah Yohana, mewakili keluarga SA, melaporkan kasus tersebut ke Mabes Polri pada Senin (13/08).
Selain itu, Yohana menyebut mereka juga sudah mengajukan pengaduan ke Kementerian Luar Negeri.
Yohana mengaku awalnya pihak keluarga takut menyuarakan kasus SA ke publik. Mereka khawatir apabila kelompok yang menyekap SA mendengar kabar keluarga memviralkan kasus, maka akan semakin membahayakan nyawa SA.
“Makanya kita [kirim pesan] ke [keluarga] korban-korban yang sudah keluar. Jawabannya [mereka] gitu, di-viral-in aja. Karena [katanya] kalau kita minta bantuan pergerakan dari pemerintah dan kepolisian tuh agak lama,” ujar Yohana yang menyebut SA disekap bersama 15 WNI lainnya di Myawaddy.
Yohana mengeklaim salah satu keluarga korban yang sudah berhasil keluar dari Myanmar dihubungi melalui jejaring media sosial TikTok. Hingga berita ini diturunkan, BBC News Indonesia belum berhasil mendapat klarifikasi dari akun keluarga korban yang diklaim Yohana.
Sumber gambar, Kompas.com
Di sisi lain, Yohana mengungkapkan pihak keluarganya benar-benar tidak tahu tentang kasus-kasus TPPO di Kamboja dan Myanmar sampai kasus ini menimpa SA.
“Semenjak kasus ini baru kita [cari] di internet. Ternyata ini sudah terjadi 2017-2019,” ujar Yohana.
Kemenlu mencatat sejak 2020 hingga Oktober 2023 ada 3.347 kasus WNI yang terjerat online scam di beberapa negara, termasuk 324 kasus Myanmar dan 1.699 di Kamboja.
Yohana mengaku para penyekap SA baru-baru ini memaksa pihak keluarga untuk mengirimkan Rp 18 juta – bukan untuk membebaskan SA melainkan sekadar “meringankan siksaan”.
“[Kita cuma mampu] kasihnya Rp 4 juta. Itu uangnya ngumpulin dari keluarga saja,” ujar Yohana.
Yohana mengeklaim para penyekap SA memberikan panduan transfer uang antar-negara yang bagi keluarga sulit dimengerti. Keluarga pun akhirnya mengirimkan uang senilai Rp 4 juta itu ke sebuah rekening atas nama SA.
Jendela pesawat awalnya berbentuk persegi
Kamu mungkin belum tahu kalau jendela pesawat dulunya berbentuk persegi. Pesawat dengan jendela persegi naik daun sepanjang pada era 1940—1950an, apalagi untuk keperluan jet, seperti dilansir Simple Flying. Penumpang pun nyaman dengan jendela pesawat berbentuk persegi.
Sayangnya, salah satu pesawat jet tersebut, yakni de Havilland Comet, mengalami kecelakan pada 1953 di India. Hal tersebut disebabkan tekanan di dalam kabin dan jendela pesawatnya yang tak mampu menahan. Selama lima tahun ke depannya, tiga pesawat juga alami kecelakaan tragis.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Baca Juga: 10 Potret Pemandangan Terbaik dari Window Seat Pesawat, Eksotis!
Jendela oval di pesawat diberi lapisan lindung
Selain bentuk, tentu ketahanan dari bahan yang digunakan pada jendela pesawat patut diperhatikan. Selama penerbangan, kamu bisa memperhatikan jendela pesawat yang terbuat dari tiga lapisan akrilik.
Bagian terluar yang paling tebal dan menyerap semua tekanan, sedangkan yang di tengah memiliki lubang kecil untuk menyamakan tekanan dan melindungi bagian dalam. Lapisan yang bisa kamu pegang adalah paling tipis, karena hanya menerima tekanan dari kabin yang relatif kecil.
Insiden jendela rusak atau terbuka saat penerbangan memang pernah terjadi, tetapi sangatlah jarang. Pada 2018, kerusakan mesin pesawat maskapai Southwest AIrlines menyebabkan jendela terbuka. Insiden nahas tersebut memakan korban.
Bendera Israel (Foto: eturbonews.com)
ADA 10 negara disebut-sebut membenci Indonesia. Tentu ada alasan tersendiri mereka tidak suka dengan Indonesia dan bahkan tak segan-segan mengkritik kebijakan pemerintah Indonesia dalam forum internasional.
Berikut 10 negara yang ternyata membenci Indonesia.
1. Saint Vincent dan Grenadines
Wilayah ini merupakan bagian negara yang tidak menyukai Indonesia. Bermula ketika negara ini memojokan dan menyerang Indonesia dalam sebuah forum.
Forum itu adalah sidang umum ke-71 PBB pada 2016 silam. Sehingga sampai saat ini negara tersebut masih menaruh kekesalan kepada Indonesia, meskipun kejadiannya sudah lama.
BACA JUGA:5 Destinasi Wisata Terbaik Curacao, Pesonanya bak Kepingan Surga!
Selanjutnya adalah Palau, merupakan salah satu negara yang tidak menyukai Indonesia atas kasus Papua Barat.
Selain itu pada 2016 negara ini turut menyuarakan kemerdekaan Papua Barat dengan negara lainnya di Oseania.
Bukan hanya Palau, Tuvalu juga jadi negara yang ikut menyuarakan isu Papua Barat. Mereka mendukung kemerdekaan Papua Barat yang disuarakan lewat forum PBB.
Akibat dari kejadian tersebut, Tuvalu tidak menyukai Indonesia karena dianggap sebagai penghalang kemerdekaan atas Papua Barat.
BACA JUGA:10 Destinasi Terbaik Melihat Bintang di Negeri Paman Sam, Indahnya Kebangetan!
Masih ada kaitannya dengan kemerdekaan Papua Barat, Tonga juga jadi negara yang tidak menyukai Indonesia, lho. Mereka menilai, kalau terjadi pelanggaran HAM di wilayah Indonesia bagian timur tersebut.
Negara yang terdiri dari 177 pulau ini juga bereaksi atas kasus Papua Barat. Tonga mendukung kemerdekaan Papua Barat di Indonesia.
Lagi-lagi karena Papua Barat, Nauru jadi salah satu negara yang tidak menyukai Indonesia. Mereka mengambil sikap keras atas kemerdekaan Papua Barat.
Sampai sekarang pun mereka bersikeras untuk menyuarakan kemerdekaan di Papua Barat. Ini karena Indonesia dinilai telah melakukan pelanggaran HAM.
Kepulauan Solomon adalah salah satu dari 10 negara yang membenci Indonesia, yakni masih ada kaitannya dengan isu Papua Barat.
Selain itu, negara di timur Papua Nugini itu mendesak agar PBB melakukan penyelidikan. Mereka menilai ada pelanggaran HAM di Papua Barat.
Vanuatu menjadi negara pelopor kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia.
Bahkan negara itu juga suka turut mencampuri urusan Indonesia dengan Papua Barat, kerap menyinggung pelanggaran HAM pada sidang PBB.
Diplomat Indonesia, Silvani Pasaribu menilai bahwa negara itu berlebihan, bahkan kerap memprovokasi.
Myanmar juga ternyata jadi salah satu dari 10 negara yang membenci Indonesia, lho. Hal ini bermula dari kasus Rohingya, hingga akhirnya berbuntut panjang pada hubungan Indonesia dan Myanmar.
Tak hanya itu saja, banyak spekulasi jika Myanmar merupakan negara yang membenci Indonesia karena kasus tersebut.
Hal ini karena Indonesia merupakan negara yang mengangkat isu Rohingya di forum PBB. Terlebih pemerintah dari Indonesia juga menerima pengungsi Rohingya.
Konflik Israel dan Palestina hingga kini masih awet terjadi, sehingga membuat Indonesia cukup bereaksi. Banyak yang menyuarakan kemerdekaan atas Palestina, serta tak sedikit yang mengecam Israel agar menghentikan serangannya.
Aksi Indonesia yang sangat mendukung Palestina dan masif membantu Muslim setempat ternyata tidak disukai Israel. Terlebih lagi, Indonesia lebih memilih mempertahankan solidaritas dengan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Tak disangka-sangka, ternyata Australia jadi bagian negara yang tidak menyukai Indonesia. Ini karena adanya sikap keras Indonesia terhadap warga Australia yang melanggar hukum, membuat negara tersebut tidak suka.
Salah satunya adalah saat pemerintah Australia protes terhadap kebijakan Indonesia, yang mana menerapkan hukuman mati bagi pengedar narkoba oleh warga negara Australia di Indonesia.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Banyak orang lebih nyaman duduk di bagian window seat ketika naik pesawat. Alasannya beragam, ada yang pengin melihat pemandangan awan, merasa cemas jika tidak di dekat jendela, hingga ingin mengabadikan momen-momen indah dalam bentuk foto dan video. Kalau kamu tipe yang mana?
Jendela pesawat umumnya berbentuk oval. Tidak pernah bundar sempurna atau bahkan segitiga. Alhasil banyak orang mempertanyakan kenapa bentuk jendela di pesawat selalu oval. Apakah ada alasan di baliknya?
Nyatanya, pemilihan bentuk oval untuk jendela pesawat ada alasannya, lho. Beberapa di antaranya bisa kamu ketahui melalui ulasan berikut ini, nih!
Cerita WNI korban sindikat perdagangan orang di Myanmar diduga 'disekap, disiksa dan dimintai tebusan ratusan juta Rupiah' – Mengapa berulang dan bagaimana upaya membebaskannya?
Sumber gambar, Getty Images
Diperbarui 16 Oktober 2024
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berhasil membebaskan 12 warga negara Indonesia (WNI) terindikasi korban penipuan online di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar. Mereka diduga korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Mereka telah diberangkatkan dari Myanmar menuju Thailand pada Selasa (15/10) dan saat ini sedang menjalani proses keimigrasian di Thailand.
Kemenlu mengungkapkan para korban berangkat ke Thailand dalam kurun waktu Maret hingga Juli 2024 setelah dijanjikan pekerjaan di Thailand. Namun mereka mengaku disekap dan dipaksa bekerja sebagai online scammer dan judi online serta mengalami kekerasan fisik.
Mereka juga kesulitan berkomunikasi karena telepon genggamnya ditahan, namun beberapa diantaranya sempat menyampaikan posisinya setelah berhasil berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar.
Sebelumnya, seorang WNI berinisial SA diduga 'disekap, disiksa dan dimintai tebusan uang ratusan juta rupiah' oleh sindikat penipuan di Myanmar.
Yohana Apriliana, 35 tahun, mengeklaim sepupunya yang tinggal di Petukangan Utara, Jakarta Selatan itu pergi ke Thailand pada 11 Juli karena ditawarkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
“US$10.000 kali, ya? Pokoknya kalau dalam rupiah kurang lebih Rp150 juta per bulan,” ujar Yohana kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia pada Selasa (13/08).
Menjaga tekanan di dalam pesawat lebih merata
Alasan utama pesawat selalu memiliki jendela berbentuk oval bertujuan demi menjaga tekanan udara di dalam pesawat. Pasalnya, ketika terbang di atas 10.000 kaki, tekanan di dalam kabin pesawat mencapai 11—12 psi, sedangkan di luar mungkin hanya 4—5 psi.
Dilansir dari Simple Flying, jendela ovel dipilih karena bentuknya memungkinkan untuk menjaga tekanan di seluruh bagian dalam pesawat. Desainnya juga tahan terhadap deformasi, sehingga lebih kokoh dan tahan lama.
Sudah lebih dari 70 tahun, pesawat menggunakan jendela pesawat berbentuk oval. Sebelum itu, bentuk jendela pesawat memang berbeda, tetapi tidak semenguntungkan jendela oval.
Dijanjikan kerja di Thailand, 'malah dibawa ke Myanmar'
Selama tiga bulan terakhir hingga Juli, Yohana menyebut SA tidak bekerja. Teman SA mengajaknya bekerja ke luar negeri. Meski begitu, Yohana mengaku SA tidak pernah menceritakan detail pekerjaannya seperti apa.
Yohana menyebut SA diberitahu perusahaan yang mempekerjakannya terletak di Mae Sot, Thailand. Pada tanggal 14 Juli, SA menempuh perjalanan sekitar 12 jam dan ternyata SA “malah dibawa ke Myanmar”.
Mae Sot memang merupakan kota di Thailand yang berbatasan dengan Myanmar, tepatnya Myawaddy.
Sesampainya di sana, Yohana mengaku mendengar SA mengeluhkan kondisi “kantor” perusahaan yang diklaimnya “jorok, kotor, kumuh, seperti rumah susun”.
Beberapa hari kemudian, Yohana menyebut SA menelepon keluarganya. Tidak lama kemudian, seseorang yang mengaku berasal dari Malaysia mengaku bertindak sebagai penerjemah mengambil alih telepon SA
Untuk memutar video ini, aktifkan JavaScript atau coba di mesin pencari lain
“Intinya dia minta uang tebusan sebesar US$30.000 [sekitar Rp 475 juta] ke keluarga dan kawan-kawan. Kalau tidak dipenuhi, [SA] akan disiksa,” ujar Yohana.
BBC News Indonesia telah mendengar rekaman suara percakapan yang dirujuk Yohana. Namun, BBC News Indonesia belum bisa memverifikasi keabsahan suara tersebut.
Yohana mengaku sejauh ini keluarganya baru dapat mengumpulkan uang sebesar Rp 4 juta untuk tebusan. Pihak keluarga SA, sambung dia. mendapatkan informasi bahwa pemerintah lamban dalam penanganan kasus pidana perdagangan orang di Myanmar.
“Makanya kita coba viralkan dulu, biar sampai ke telinga pemerintah,” ujar Yohana.
Di sisi lain, Yohana mengaku dirinya dan keluarga baru mengetahui tentang kasus TPPO seperti di Myanmar atau Kamboja setelah kasus ini menimpa saudaranya.
Sumber gambar, Yohana Apriliana
Menurut catatan Kemlu, terdapat 30 WNI yang kini berada di wilayah perbatasan Myanmar-Thailand. Mereka dipekerjakan secara paksa untuk menipu orang secara daring.
Myawaddy sekarang telah dikuasai oleh kelompok pemberontak Myanmar. Dari sisi Myanmar, posisi Myawaddy sebagai zona konflik sekaligus ‘surga’ bagi para sindikat penipuan daring telah menambah kompleksitas penanganan kasusnya.
Dari sisi dalam negeri, pengamat menyebut masih banyak warga Indonesia yang tertipu dan menjadi korban TPPO karena termakan iklan di jejaring media.
Sebetulnya mengapa kasus TPPO di Myanmar itu sebegitu peliknya?
Jendela oval menghemat biaya maskapai penerbangan
Seperti yang sudah disebutkan pada poin sebelumnya, desain jendela pesawat berbentuk oval lebih kokoh, sehingga tahan lama jika dibandingkan dengan jendela persegi. Hal tersebut tentu berpengaruh pada pengeluaran maskapai penerbangan yang lebih hemat.
Pihak maskapai tinggal merawat jendela pesawat oval sebaik mungkin, agar tetap bisa digunakan. Mereka juga memeriksa ketahanan lapisan jendela secara berkala, supaya penerbangan terasa aman.
Jendela pesawat yang berbentuk oval ternyata ada tujuannya. Mulai dari mengurangi tekanan udara di dalam kabin, hingga mengurangi biaya operasional maskapai penerbangan. Sekarang kamu sudah gak penasaran lagi, kan?
Baca Juga: 10 Keuntungan dan Kerugian ketika Duduk di Window Seat Pesawat
Bagaimana perkembangan kasus-kasus TPPO Myanmar lainnya?
Nurmaya, 46 tahun, hingga kini masih menanti kepulangan suaminya yang menjadi korban sindikat penipuan di Myanmar sejak Juli 2022. Ketika BBC News Indonesia mewawancarai Nurmaya pada akhir Maret tahun lalu, dia mengaku merasa “tidak didengar” pemerintah.
Nurmaya kala itu menyebut suaminya menjadi korban penipuan dan dipaksa bekerja sebagai penipu daring. Nurmaya menyebut suaminya mengaku mendapat siksaan mulai dari setruman, cambukan, dan pemukulan apabila tidak mencapai target pendapatan yang diminta ‘perusahaan’.
BBC News Indonesia kembali menghubungi Nurmaya untuk menanyakan kemajuan kasusnya pada Selasa (13/08).
Perempuan yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat itu mengeklaim dirinya dan rekan-rekan sesama keluarga korban yang tergabung dalam Jerat Kerja Paksa sudah “putus asa”.
“Apa sih kendalanya Indonesia sampai kita semua di titik hopeless [pasrah],” ujar Nurmaya yang mengaku terakhir bisa berkomunikasi dengan suaminya pada bulan lalu.
“Kita enggak tahu harus ke mana lagi.”
Nurmaya menyebut Jerat Kerja Paksa sudah sering membagikan informasi ke media massa dengan harapan dapat menekan pemerintah Indonesia dalam penanganan kasus ini.
Kendati demikian, Nurmaya mengeklaim sampai sekarang dirinya dan rekan-rekan tidak menerima informasi apa pun mengenai evakuasi para korban selain “diupayakan” dan Myanmar adalah “negara konflik”.
Tidak semua korban TPPO mengalami penyiksaan.
Wulan, 35, warga Cimahi, Jawa Barat, mengaku adiknya, R, 30, tidak pernah mendapat pemukulan atau penganiayaan. Hukuman yang didapat adiknya lebih seperti berupa disetrap seperti berlari atau dijemur di bawah sinar matahari.
“Untuk penyiksaan buat sekarang [kata adik saya] tidak ada. Cuma ada denda-denda yang tidak masuk akal. Kayak ngobrol sama teman [atau] telat satu menit, didenda 10.000 Baht,” ujar Wulan ketika dihubungi pada Selasa (13/08).
“Jadi gaji sebulan itu bisa habis. Kayaknya denda-denda itu cuma alasan perusahaan saja untuk enggak menggaji.”
R berpamitan kepada keluarganya untuk bekerja di Thailand pada 12 Juni. Kala itu, dia diiming-imingi bekerja di perusahaan cryptocurrency dengan gaji
Wulan mengaku penyekap adiknya terakhir meminta Rp50 juta sebagai “tebusan” kepulangan adiknya. Sampai kini, keluarga R belum menyanggupi karena tidak ada jaminan sama sekali uang itu akan memuluskan kepulangan adik merea.
“Saya mendapat informasi dari korban yang tahun kemarin. Takutnya sama seperti mereka, adik saya malah dijual ke perusahaan lain [setelah uang tebusan dikirim].”
Bagaimana Kementerian Luar Negeri menanggapi laporan kasus SA?
Sumber gambar, Kompas.com
Dirjen Perlindungan WNI di Kementerian Luar Negeri Indonesia, Judha Nugraha, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa pihaknya sudah menerima laporan kasus SA.
“Patut diduga yang bersangkutan ini adalah korban TPPO [tindak pidana perdagangan orang … Tentunya yang utama saat ini adalah kita bagaimana mengeluarkan SA dari sana,” ujar Judha kepada BBC News Indonesia pada Selasa (13/08).
Judha mengatakan pihaknya “masih terus lakukan verifikasi” untuk memastikan SA memang benar-benar terindikasi sebagai korban TPPO. Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri telah berkoordinasi dengan KBRI Yangon.
“KBRI Yangon juga telah menindaklanjuti dengan mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Myanmar untuk meminta agar melalui otoritas Myanmar dapat melakukan langkah-langkah penyelamatan terhadap SA,” ujar Judha.
“Komunikasi juga dengan berbagai macam pihak yang ada di Myawaddy secara informal juga kita lakukan. Dan kemudian kita juga menjalin koordinasi dengan negara-negara lain yang memiliki situasi yang sama.”
Upaya yang dilakukan Kementerian Luar Negeri berbuah hasil ketika pada Selasa (15/10) berhasil mengupayakan pembebasan 12 WNI terindikasi korban online scam di Myawaddy.
Hingga saat ini, Kemlu telah berhasil mengeluarkan sebanyak 65 WNI dari wilayah tersebut. Masih terdapat tidak kurang dari 69 WNI yang tengah diupayakan Pemerintah RI untuk keluar dari Myawaddy.